- KENAIKAN YESUS YANG BERMAKNA DAN BERDAMPAK
- Wa qoma min al-amwat fi al-yaum ats-tsalits kama fi al-kutub
- PARADOKS SALIB KRISTUS
- AKU MENGATAKAN KEBENARAN DENGAN PIKIRAN YANG SEHAT
- Hal Ta\'rif al-Masih
- NARASI INJIL TENTANG KEMANUSIAAN YESUS
- ALLAH, BUNDA MARIA DAN YESUS: TRINITAS PALSU!!!
- Angel Temen Tuturanmu!!!
- Christ The Lawgiver
- SEKILAS AJARAN KESELAMATAN DALAM IMAN KRISTEN
Dari Perayaan Paskah (Chag Ha Pesakh) sampai Perayaan Roti tak Beragi (Chag Ha Matsot)
Artikel Terkait
- Spiritual Warfare0
- Iman Yang Mandiri1
- Selamat Merayakan Nuzul Kalimat Allah0
- Doa Yang Berkenan Pada Allah0
Artikel Populer
- Spiritual Warfare
- En arche
- Selamat Merayakan Nuzul Kalimat Allah
- Apa Saja Pokok Ajaran Kristen?
- Almasih: Al-Quddus wa al-Barr
- Pancasila Dalam Sorotan Kitab Suci
- Dari Perayaan Paskah (Chag Ha Pesakh) sampai Perayaan Roti tak Beragi (Chag Ha Matsot)
- Almasih El Nose (Forgiving God)
- The Sonship of Jesus Christ
- Jesus The Word of God: Tanggapan Atas Tuduhan Sanihu Munir tentang Logos Neo Platonisme-Philo da

Selain Natal, Paskah adalah salah satu hari raya besar yang selalu diperingati dan dirayakan oleh umat Kristen. Kalau dalam perayaan Natal (Id al-Milad) umat Kristiani merayakan kelahiran Yesus Kristus, Sang Firman yang menjadi manusia (Kalimatullah al-Mutajassid), maka Paskah memperingati tujuan dan puncak dari peristiwa inkarnasi (Tajassud), yakni penyaliban, kematian dan kebangkitan Yesus . Melalui kedua perayaan tersebut kita dipertontokan sekaligus Kasih dan Kuasa Allah.
Ya, Kasihlah yang menggerakkan Allah untuk berinkarnasi melalui FirmanNya, dan kuasaNyalah yang memungkinkan peristiwa inkarnasi itu terjadi. Bicara tentang inkarnasi, Al-Qiddis Athanasius mengkalimatkannya begitu indah dalam bukunya At-Tajassud:
نحن لا نعبد مخلوقاً، حاشا! بل نحن نعبد رب الخليقة المتجسّد، كلمة الله. فمع أن الجسد في حد ذاته هو جزء من الخليقة إلا أنه قد صار جسدًا لله الكلمة. والجسد لم يجلب عاراً على الكلمة. حاشا! بل على العكس، الجسد هو الذى تمجَّد بواسطة الكلمة. فالإبن الذي كان على صورة الله لم يفقد شيئا من لاهوته لما أجذ شكل العبد، بل على العكس فقد صار بذلك مخلِّصاً لكل جسد بل و للخليقة كلها وإن كان الله قد أرسل ابنه مولوداً من امرأة فهذا الأمر لا يكون لنا سبب خجل، بل على العكس هو سبب فخرلنا مع نعمة فائقة. لأنه قد صار إنساناً لكى يؤلّهنا فى ذاته و صار من نسل المرأة و ولد من عذراء لكي يحوّل لنفسه جنسنا الضال، و لكي نصير فيما بعد "جنساً مقدَّساً (١بط ٢:٩)، بل و شركء الطبيعة الإلهية (٢بط١:٤).
Artinya:
"Kami tidak menyembah ciptaan! sama sekali tidak! Namun kami menyembah Tuhan Sang Pencipta, Firman yang menjadi manusia. Sebab jika tubuh adalah bagian dari dunia ciptaan, maka tentunya ia pun berasal dari Allah. Menjelma menjadi manusia /tajassud sama sekali tidak menghilangkan kemuliaan Sang Firman. Namun justru sebaliknya, tubuh manusia dimuliakan oleh Sang Firman ketika Ia menjadi manusia. Dan tidaklah dirampas keilahianNya ketika Sang Firman yang adalah Citra Allah mengambil rupa seorang hamba. Malahan sebaliknya, dengan melakukannya Ia menjadi Juruselamat semua manusia. Dan jika Allah memilih mengutus PutraNya(FirmanNya) dengan cara dilahirkan melalui seorang wanita, kenyataan tersebut tidak menyebabkan kehinaan bagi kami, justru itu menyebabkan kemuliaan dan anugerah yang luar biasa. Sebab Ia menjadi manusia agar Ia "meng-Ilahikan" kami dalam diriNya. Ia dilahirkan oleh seorang wanita, diperankkan oleh seorang perawan, dengan maksud untuk mengalihkan kepadanya generasi kita yang sudah rusak karena dosa. Dengan demikian kita menjadi bangsa yang kudus(1 Petrus 2:9) dengan mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 1:4).
“Nahnu laa na’budu makhluqon, hasya!...”. Kami tidak menyembah makhluk/ciptaan, sama sekali tidak!, tegas St.Athanasius ketika menyatakan hakekat Yesus Kristus, Sang Firman yang berinkarnasi. KedatanganNya dalam wujud manusia merupakan bukti kasih Allah sekaligus kemahakuasaanNya. Sebab bagaimana mungkin seorang perawan mengandung seorang bayi tanpa bersetubuh? Hanya karena kuasaNya yang memungkinkan semua itu terjadi.
Demikian juga melalui perayaan Paskah, manusia dapat melihat Kasih sekaligus Kuasa Allah. Kasih yang menggerakkan Yesus untuk terus memikul salib yang kasar, yang kemudian merelakan diriNya tersalib diatasnya. Sedangkan kuasaNya didemonstrasikan ketika Ia bangkit dari kematian setelah hari yang ketiga penyalibanNya. Karena itu dalam penghayatan iman Kristen, Natal dan Paskah mendapat tempat yang sangat penting.
Dalam tulisan ini, kita akan menyoroti secara khusus perayaan Paskah dalam iman Kristen yang berakar dari peristiwa historis pembebasan bangsa Israel dari Mesir, rumah perbudakan (Mitsrayim, Bet avadim). Seperti tercatat dalam Kitab Keluaran, Allah memerintahkan pada Musa agar mulai tanggal 14 bulan Nisan, yakni bulan ketika bangsa Israel hendak keluar dari Mesir, diadakan suatu perayaan yang akan menjadi ketetapan untuk selamanya (huqqat ‘olam, Kel 12:14). Sebab peristiwa itu akan menandai sebuah era yang baru dalam kehidupan bangsa Israel, bahwa mereka tidak akan lagi menjadi budak di Mesir.
Dalam rangkaian perayaan Paskah pertama tersebut, bangsa Israel diperintahkan untuk menyembelih seekor domba yang kemudian darahnya haruslah mereka oleskan pada kedua tiang pintu dan ambang atas rumah mereka (Kel 12:7). Darah itu menjadi tanda khusus, yakni sebuah tanda keselamatan ketika Tuhan pada malam harinya mengazab seluruh tanah Mesir dengan kematian, maka rumah yang memiliki tanda darah akan terlewati dari azab/hukuman (Kel 12:27).
“maka haruslah kamu berkata: Itulah korban Paskah bagi TUHAN yang melewati rumah-rumah orang Israel di Mesir, ketika Ia menulahi orang Mesir, tetapi menyelamatkan rumah-rumah kita." Lalu berlututlah bangsa itu dan sujud menyembah.”
Itulah arti kata Paskah (Ibr: Pesach/פֶּסַח), yang berasal dari kata kerja Pasach, artinya: melewati. Perintah penting lainnya pada perayaan tersebut adalah perintah untuk makan roti tidak beragi (matzah) dan menyingkirkan ragi (se’or). Perayaan Roti Tidak Beragi (Chag Ha Matzot) ini menjadi satu rangkaian perayaan bersama Paskah yang harus dirayakan dan dilakukan berbarengan.
“Dalam bulan pertama, pada hari yang keempat belas bulan itu pada waktu petang, kamu makanlah roti yang tidak beragi, sampai kepada hari yang kedua puluh satu bulan itu, pada waktu petang. Tujuh hari lamanya tidak boleh ada ragi dalam rumahmu, sebab setiap orang yang makan sesuatu yang beragi, orang itu harus dilenyapkan dari antara jemaah Israel, baik ia orang asing, baik ia orang asli.Sesuatu apapun yang beragi tidak boleh kamu makan; kamu makanlah roti yang tidak beragi di segala tempat kediamanmu." Kel 12:18-20
Tentu perayaan-perayaan tersebut bukan hanya bersifat historis, tetapi juga sarat makna teologis, terlebih bila disorot dalam terang kedatangan Sang Mesias. Mari kita melihat makna teologis kedua perayaan tersebut seperti yang dinyatakan dalam Perjanjian Baru. Mengenai perayaan Paskah, Yesus menyingkapkan makna ruhaninya dalam kaitannya dengan karya keselamatan. Hal itu tampak pada perjamuan malam sebelum Yesus disalibkan. Ia makan bersama murid-muridNya, sekaligus menyingkapkan pada mereka bahwa sejatinya diriNya adalah Anak Domba Paskah (Luk 22:18; 1 Kor 5:7).
DarahNya yang tertumpah dalam sengsara penyalibanNya, adalah darah Anak Domba Paskah yang menyelamatkan umat manusia dari kematian kekal. Sehingga siapa yang percaya pada Yesus, dalam hidupnya ada tanda darah Kristus, sehingga ia dilewati (Pesach) dari kematian kekal, seperti dilewatinya bangsa Israel dari azab kematian di Mesir. Namun bukan hanya itu, dalam rangkaian perayaan Paskah ada perayaan Roti Tidak Beragi (Chag Ha Matsot).
Apabila perayaan Paskah memiliki spirit pembebasan, maka perayaan Roti Tidak Beragi berbicara sebuah tuntutan komitmen orang percaya dalam menjalani hidupnya yang baru. Dalam Kitab Suci, ragi disimbolkan sebagai sesuatu yang postif maupun negatif. Namun dalam konteks perayaan Roti Tak Beragi, ia dilambangkan sebagai pengaruh buruk yang bersifat duniawi (Mat 16:6; 1 Kor 5:7; Gal 5:9). Dengan demikian, roti yang tidak beragi bermakna kehidupan baru yang tidak lagi dipengaruhi oleh segala pola hidup duniawi, ajaran, filosofi dunia yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Kerajaan Allah. Selain itu, roti tidak beragi juga menjadi simbol kemurnian diri dihadapan Allah. Hidup dalam kejujuran, tanpa kepalsuan dan kemunafikan.
Hal-hal tersebut harus menjadi komitmen orang percaya sebagai respon atas karya pembebasan ilahi melalui kematian Almasih. Kita sekarang menjalani kehidupan yang baru, seperti orang Israel ketika dibebaskan dari Mesir, mereka bukan lagi budak Fir’aun, tetapi menjadi hamba-hamba Allah. Demikian juga kita setelah percaya pada Almasih, bukan lagi hamba Iblis dan dosa, tetapi hamba Allah dan kebenaran (Roma 6:17-22).
Jadi merayakan Paskah bukan hanya kita bersukacita karena telah dilewati dari kematian kekal, tetapi juga sebuah komitmen untuk menjalani hidup yang baru sesuai kehendak Allah. Dimerdekakan dari kuasa Iblis bukan berarti bebas untuk melakukan apa yang kita mau, tetapi hidup dalam kebebasan yang bertanggung jawab sebagai umat Allah. Saya sendiri suka menyebut diri saya sekarang sebagai anak-anak Allah yang menghamba pada Bapanya. Kerapkali orang percaya hanya menekankan keanakannya, tetapi melupakan kehambaannya. Karena itu secara utuh, identitas kita sekarang adalah anak yang menghamba pada Bapanya.
Terakhir, meskipun saat ini kita merayakan Jum’at Agung dan Paskah tidak seperti biasanya, tetapi spirit dan kuasa karya Kristus diatas salib tidak pernah berubah. Seperti Paskah pertama di Mesir yang dirayakan di rumah-rumah orang Israel, kita saat ini dibawa pada situasi yang kurang lebih sama. Apapun keadaan kita saat ini, bersyukurlah dalam hidup kita ada tanda darah Kristus. Terang itu bercahaya dalam dunia dan kegelapan tidak dapat menguasainya (Yoh 1:5). Janganlah takut pada mereka yang hanya dapat membunuh tubuh, tetapi pada DIA yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh dalam neraka (Mat 10:28).
Selamat merenungkan dan menghidupi kematian serta kebangkitan Kristus!
Salam Kasih Dalam Kristus
Zoelife
