Selamat Merayakan Nuzul Kalimat Allah

By zoelife 12 Jan 2018, 06:35:02 WIB Renungan/Khotbah
Selamat Merayakan Nuzul Kalimat Allah

Selamat Merayakan Nuzul Kalimatullah al-Mutajassid

Jangan sampai esensi Natal tergantikan dengan pernak-pernik yang mengitarinya. Pesta, baju baru, liburan, momen berkumpul bersama keluarga memang sesuatu yang tidak salah. Tetapi itu hanyalah pernak-pernik Natal. Sesuatu yang tidak dilarang tetapi juga tidak harus ada. Demikian juga walau Natal itu memiliki dimensi sosialnya sebagai momen untuk menunjukkan kasih Allah pada sesama dengan berbagi sembako atau pemberian lainnya, tetapi jangan sampai kita lupa membagi pesan utamanya, yakni: Berita Pendamaian! “… Berilah dirimu didamaikan dengan Allah! Tasholahu ma’allah! (2 Kor 5:20b).

Inilah inti berita Natal. Berita Perdamaian antara Allah dan manusia. Allah membuka diri seperti yang Ia lakukan saat kejatuhan Adam dan Hawa di Firdaus. Inilah saat penggenapan dan puncak ajakan rekonsiliasi dari Allah untuk berdamai dengan manusia. Sehingga jalan masuk ke Eden (Syurga) yang dijaga oleh malaikat kerubim dengan pedangnya yang menyala-nyala (Mala’ikat al-karubim wa saifan nariyyan; Kej 3:24), telah terbuka kembali melalui Almasih Sang Juruselamat yang berkata: Ani ha Derekh we ha Emet we ha Khayyim (Akulah JALAN dan KEBENARAN dan KEHIDUPAN; Yoh 14:6a).

Saya yakin setiap orang akan menantikan dan menyambut Natal dengan penuh sukacita jika ia mengerti realita rohani kejatuhan Adam dan Hawa dalam dosa. Kitab Suci menyatakan bahwa dosa adalah pemberontakan melawan Allah, sebab orang yang berbuat dosa menunjukkan bahwa ia tidak taat pada Allah. Sikap hidup yang demikian mengakibatkan rusaknya hubungan manusia dengan Allah. Manusia menjadi seteru Allah yang memusuhiNya dalam hati dan pikiran seperti yang tampak dalam perbuatannya yang jahat (Kol 1:21).

Jelaslah dampak rusaknya relasi Allah dengan manusia adalah keterpisahan antara Pencipta dan ciptaanNya. Lebih jauh Kitab Suci menyatakan bahwa dampak keterpisahan itu adalah kematian. Carang yang terpisah dari pokok pohon akan kering dan mati (Yoh 15:4). Demikianlah kondisi manusia selepas kejatuhan. Ia telah mati secara rohani yang berdampak pada kekekalan dengan didahului sebelumnya oleh kematian jasmani. Itulah sebabnya Kitab Suci menyatakan bahwa upah dosa adalah maut (Roma 6:23).

Selain sebagai konsekuensi ketidaktaatan, kondisi jasmani-rohani yang dialami manusia selepas kejatuhan berkaitan dengan sifat keadilan Allah. Orang yang berdosa itulah yang harus mati (Yeh 18:4b). Walau Adam dan Hawa yang mula-mula berdosa, namun sifat keberdosaan itu diwariskan oleh Adam pada keturunannya (Kej 5:3). Diteguhkan pula dalam Maz 51:5 “… Fi al-khoti’ati habilat bi ummi”, dalam dosa aku dikandung ibuku. Artinya sejak Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, sifat pemberontakan itu telah melekat dalam diri Adam dan Hawa dan terwariskan pada anak cucunya. Inilah tabi’at keberdosaan, yakni kecenderungan hati yang dominan untuk berbuat dosa seperti dinyatakan dalam Kejadian 6:5b: “… kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata”.

Dengan kondisi ini tentu semua manusia telah berada dibawah kematian kekal sebab mereka semua berdosa (Roma 6:23). Namun kasih Allah tentu tidak menginginkan kita mengalami kebinasaan. KeadilanNya menuntut hukuman atas dosa. Sedangkan kasihNya tidak ingin manusia mengalami hukuman atas dosa. Bagaimana solusinya? Solusinya adalah melalui asas penebusan (kafarat, fidyah), yakni pemenuhan hukuman/denda yang setimpal atas dosa itu sendiri yakni kematian.

Karena dampak dosa adalah kematian maka tebusannya juga harus kematian. Asas tebusan ini diajarkan begitu kuat dalam Kitab Tanakh (PL), yang mana tebusan tersebut dilambangkan dengan hewan kurban. Namun itu semua hanyalah lambang dari hakekat yang sebenarnya (Ibr 10:1). Manusia tidak sebanding dengan hewan. Karena itu, manusia harus ditebus dengan manusia. Kalau semua manusia di bawah kolong langit ini sudah berada dibawah kuasa maut dan dosa, maka siapa yang bisa memenuhi asas penebusan itu?

Karena itulah Kalimatullah (Firman Allah) menjadi manusia.”…Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis yang berkuasa atas maut (Ibr 2:14). Dengan demikian kita membutuhkan Juruselamat yang berkodrat Ilahi sekaligus manusia. Kalau Ia hanya berkodrat Ilahi, maka penebusan itu tidak dimungkinkan, sebab bagaimana mungkin Allah bisa mati?

Sebaliknya jika Juruselamat itu hanya berkodrat manusia, bagaimana mungkin Ia dapat memberikan kehidupan sedangkan dirinya sendiri berada dibawah kuasa maut. Itulah sebabnya Juruselamat itu haruslah berkodrat Ilahi dan Manusia. Dialah Kalimatullah al-Mutajassid (Firman Allah yang Nuzul menjadi manusia).

Dengan berpijak pada realita ini, Kitab Suci menyatakan bahwa: “… Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun selain di dalam Yesus “ (Kis 4:12). Dengan keberadaanNya sebagai Kalimatullah yang berinkarnasi, maka Dialah satu-satunya yang mampu menyelamatkan manusia dari kematian kekal. Sehingga dalam hal ini tidak berlaku pribahasa populer:
كل الطرق تؤدي الى روما
"Kullu ath-thuruq tu’addi ila Rum"

"Semua jalan menuju ke Roma"

Dalam hal lainnya mungkin ada banyak jalan untuk meraih. Tetapi untuk keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus seperti kesaksian Kitab Suci sendiri.

 

Salam Kasih Dalam Kristus

-ZoeLife-




View all comments

Write a comment

Loading....



Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Google+, Linkedin dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.

Komentar Terakhir

  • Jesusprophet

    Kredo 1:Mereka=subjek,mengenal=predikat,Engkau satu satunya Allah yang benar=objek+keterangan ...

    View Article
  • Denis

    ???? ????? Yeshua haMashiach Yeshua sang Mesias ?? ????? Ben Elohim Putra Elohim ?? ...

    View Article
  • Sony

    shalom..Mohon berkenan kami dikirimi artikel via email kami, Trimakasih Tuhan ...

    View Article

Video Terbaru

View All Video